Di era digital yang kita jalani, otomatisasi dan globalisasi telah membawa terobosan yang spektakuler.
Sekaligus, perubahan ini menimbulkan kekhawatiran signifikan di kalangan Generasi Z, khususnya berkaitan dengan stabilitas karir dan prospek pekerjaan.
Sebagai lulusan baru, kita cenderung dinamis dan mudah beradaptasi. di satu sisi ada inovasi yang membuka peluang baru, sementara di sisi lain, kecemasan akan masa depan yang tidak pasti (dinamis).
Konsep pekerjaan ‘untuk seumur hidup’ kini semakin jarang. Kita harus mengasah kemampuan untuk tidak hanya bertahan namun juga unggul di pasar yang sangat kompetitif ini, melelahkan bukan?
Saat ini stabilisasi karir adalah memiliki keterampilan untuk dapat beradaptasi dengan berbagai industri dan peran. Kunci dari adaptabilitas ini adalah pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan keterampilan transferable.
Di tengah gelombang otomatisasi, pekerjaan yang memerlukan sentuhan manusia seperti di bidang perawatan kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial diperkirakan akan terus diminati. Sentuhan personal dan empati yang tidak bisa digantikan oleh mesin menjadi nilai yang tidak ternilai (ya! kita meresahkan hal yang sama).
Menyadari hal ini, banyak dari kita Gen Z kini lebih terfokus pada pengembangan keterampilan interpersonal dan emosional.
Bukan hanya soft skills, literasi digital juga menjadi keharusan. Menguasai alat-alat digital dan pengetahuan dasar tentang AI, pemrograman, dan data analitik menjadi modal penting dalam dunia kerja yang serba terautomasi. Memahami dan menggunakan teknologi bukan berarti bersaing dengannya, melainkan berkolaborasi untuk menciptakan hasil kerja yang lebih efektif dan efisien, ini termasuk mindset yang perlu kita miliki yaitu untuk berkolaborasi bukan bersaing atau merasa tersaing.
Generasi kita lebih fleksibel dan terbuka terhadap pekerjaan sampingan. Fleksibilitas dalam karir bukan lagi opsi; itu sudah menjadi bagian dari realitas pasar kerja saat ini.
Bersamaan dengan itu, kesadaran untuk mempertimbangkan ekonomi berkelanjutan dan tanggung jawab sosial juga menjadi prioritas. Kita cenderung mengejar karir di organisasi yang menunjukkan komitmen kuat pada isu-isu tersebut.
kemudian, dukungan dari pendidikan yang berorientasi masa depan serta kebijakan pemerintah yang progresif menjadi fundamental. Institusi pendidikan dituntut untuk tidak hanya menyediakan ilmu yang relevan tetapi juga pengalaman praktik yang siap aplikasi.
Dilain sisi, pembuat kebijakan harus terus memperkuat jaring pengaman sosial dan menciptakan peraturan yang memfasilitasi pertumbuhan lapangan pekerjaan baru.
Generasi Z mungkin menghadapi tantangan unik di era ini, namun mereka juga dipersenjatai dengan alat, sumber daya, dan semangat yang belum pernah ada sebelumnya. Stabilitas karir mungkin sudah berubah maknanya, namun dengan persiapan yang tepat dan mental yang terbuka untuk beradaptasi, prospek kita di masa depan dapat diraih dengan penuh keyakinan.
Meskipun itu dinamis dan bisa saja semua menjadi lebih buruk dan semakin runyam, setidaknya disini kekuatan dari keyakinan cukup berasa. Yakin sajalah, sampingkan sementara analisis termasuk perasaan. hahaha *pusing mikir masa depan